Kualitas tidur para mahasiswa



Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur dan kualitas mimpi antara mahasiswa pria dan mahasiswa wanita. Hipotesis yang diajukan adalah

1. ada perbedaan kualitas tidur antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan,mahasiswa wanita memiliki kualitas tidur yang lebih tinggi dibanding mahasiswa laki-laki, dan

2. ada perbedaan kualitas mimpi antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, mahasiswa wanita memiliki kualitas mimpi yang lebih tinggi dibanding mahasiswa laki-laki.


Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kualitas Tidur dan Skala Kualitas Mimpi. Alat ukur Skala Kualitas Tidur dan Skala Kualitas Mimpi dirumuskan berdasarkan teori kualitas tidur yang disusun oleh penulis.

Subjek penelitian ini adalah 319 mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, yang berasal dari delapan fakultas (psikologi, kedokteran, matematika dan ilmu pengetahuan, teknologi industri, teksnik sipil dan perencanaan, ilmu agama islam, hukum, dan ekonomi).

Hasil penelitian menunjukkan

1.      Ada perbedaan kualitas tidur antara mahasiswa pria dan wanita; mahasiswa wanita memiliki kualitas tidur yang lebih tinggi dibanding mahasiswa laki-laki, dan

2.      Tidak ada perbedaan kualitas mimpi antara mahasiswa pria dan wanita.


Penyelesaian

Tidur adalah salah satu aktivitas terpenting manusia. Bila aktivitas ini dapat dijalani seseorang dengan baik, maka efeknya akan mengenai berbagai dimensi kehidupan
seseorang di waktu terjaga.

Maas (2002) mengungkapkan bahwa tidur memiliki pengaruh terhadap kewaspadaan, energi, konsentrasi, dan seterusnya. Senada dengan pandangan di atas, hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa kualitas tidur berpengaruh terhadap prestasi belajar (Nashori, 2004c) dan kendali diri (Nashori, 2004b).

Begitu juga dengan mimpi yang berkualitas. Ia dapat memberikan implikas terhadap mood seseorang. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kramer (Purnamaki, 1999) yang menunjukkan hasil penelitian bahwa tidur dan mimpi seseorang berpengaruh terhadap mood orang tersebut di pagi hari.

Tidur dan mimpi yang positif menjadikan mood yang ada dalam diri seseorang dalam keadaan positif, yang menjadikannya dapat mengatur atau mengelola emosinya secara optimal.

Hasil penelitian tersebut dapat ditemukan dalam studi Purnamaki (1999) yang bertajuk The Relationship of Dream Content and Changes in Daytime Mood in Traumatized Vs Non- Traumatized Children.

Problem yang terjadii adalah ternyata kualitas tidur sebagian individu dan bahkan
sebagian besar umat manusia tidak optimal. Salah satu contohnya adalah sejak adanya
televisi orang cenderung untuk tidur di waktu yang lebih larut.

Di Indonesia, sejak adanya berbagai televisi swasta sejak awal tahun 1990- an, ada kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi acara televisi hingga larut malam.

Akibat yang muncul adalah saat bekerja seseorang tidak dapat berkonsentrasi secara penuh. Di Amerika dilaporkan bahwa kekurangan tidur mengakibatkan lebih banyak terjadi kecelakaan (Maas, 2002). Mimpi yang dialami pun semakin buruk.

Di media massa, sudah jamak acaranya adalah kekerasan, seks bebas, dan mistik. Apa yang dikonsumsi seseorang terhadap hal-hal di atas akan memiliki efek terhadap mimpi individu.

Sebuah pengamatan yang penulis lakukan terhadap anak-anak adalah ada kecenderungan pada anak-anak untuk bermimpi buruk setelah mereka mengkonsumsi sajian-sajian kekerasan dan mistik.

Sebuah hasil pengamatan yang pernah penulis lakukan adalah mahasiswa pria memiliki kebiasaan tidur yang lebih buruk dibanding mahasiswa wanita.

Salah satu fenomena yang sempat penulis cermati adalah mahasiswa pria memulai tidur lebih lambat dan bangun lebih lambat dibanding mahasiswa wanita.

Akibatnya, ketika hadir di kelas mahasiswa laki-laki yang tidak bisa berkonsentrasi lebih banyak dibanding mahasiswa wanita. Hal ini terlihat dari kenyataan dalam kelas bahwa mahasiswa pria lebih banyak mengantuk dalam kelas dibanding mahasiswa wanita.

Bebagai kasus juga menunjukkan bahwa banyak mahasiswa pria yang terlambat untuk masuk ke ruang ujian, namun tidak terjadi pada mahasiswa wanita.

Dari berbagai fakta di atas, ada sebuah pertanyaan yang layak diajukan, yakni apakah
terdapat perbedaan kualitas tidur dan kualitas mimpi antara mahasiswa laki-laki dan
mahasiswa perempuan?

Dasar Teori

Kualitas Tidur.

Tidur, menurut Maas (2002) adalah suatu keadaan di mana kesadaran seseorang akan sesuatu menjadi turun, namun aktivitas otak tetap memainkan peran yang luar biasa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung dan pembuluh darah, serta fungsi kekebalan, dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam pemrosesan kognitif, termasuk dalam penyimpanan, penataan, dan pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan informasi saat terjaga.

Sementara yang dimaksud dengan kualitas tidur adalah suatu keadaan di mana tidur
yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun.

Kualitas tidur berdasarkan telaah pustaka atas berbagai macam pendapat yang dihimpun
penulis (Nashori, 2002; Purwanto, 2003).

Adapun aspek-aspek kualitas tidur dirumuskan oleh penulis dengan menggunakan berbagai rujukan (Nashori, 2002; Maas, 2002; Purwanto, 2003). Aspek-aspek kualitas tidur terdiri atas tujuh buah.

Aspek pertama adalah bersuci, berdoa dan berdzikir sebelum tidur. Menjelang tidur,
aktivitas yang dipandang ikut berperan serta mempengaruhi kualitas tidur adalah bersuci,
berdoa dan berdzikir sebelum tidur.

Bersuci yang dimaksud dalam tulisan ini adalah menyucikan jasad dan ruhani, dengan
berwudhu. Aktivitas berwudhu sebelum tidur adalah aktivitas yang dianjurkan oleh ajaran
Islam.

Barangsiapa bersuci dan kemudian mendatangi tempat tidurnya, maka ia tidur seakan tempat tidurnya itu masjidnya (Shadiq, 1996). Aktivitas lain yang dianjurkan adalah berdoa menjelang tidur.

Inti dari doa adalah penyerahan diri manusia kepada Allah Azza wa jalla, Dzat yang menghidupkan dan mematikan manusia. Islam juga menganjurkan umatnya untuk berdzikir atau mengingat Allah ‘Azza wa jala sebelum tidur.

Sebuah hadis Nabi Muhammad menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan aktivitas berdzikir sebelum tidurnya, maka sepanjang tidurnya dinilai berdzikir.

Kalau selama tidur seseorang berdzikir, maka tentu saja secara spiritual tidur seseorang berkualitas atau bermutu tinggi (Nashori, 2002).

Aspek kedua adalah tidur dalam keadaan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Aktivitas lain yang dipandang mempengaruhi kualitas tidur adalah poisisi tidur dalam keadaan miring ke kanan dan menghadap kiblat.

Yang dimaksud menghadap kiblat adalah mengarahkan tubuh ke baitullah (“rumah Allah
‘Azza wa jalla”), yaitu Ka’bah yang berada di Kota Makkah. Itu artinya sebelum tidur
seseorang secara sadar menyerahkan dirinya kepada Allah.

Keadaan ini membawa implikasi bagi seseorang, yaitu dirinya terarah secara fisk
dan spiritual kepada Allah. Miring ke kanan adalah simbol yang baik.

Kanan dalam pandangan Islam, sering diistilahkan ash-habul yamin, adalah posisi yang baik (Nashori, 2002).

Tidak kurang dari itu, miring ke kanan ternyata memiliki implikasi biologis bagi seseorang. Dalam posisi demikian, lambung berada dalam posisi yang lebih bebas untuk menjalankan fungsinya (Maas, 2002).

Aspek ketiga adalah nyaman secara psikologis. Keadaan lain yang dipandang mempengaruhi kualitas tidur adalah kenyamanan secara psikologis.

Boleh jadi seseorang dalam keadaan menghadapi beragam masalah, namun yang terpenting adalah bagaimana ia menanggapi masalah tersebut.

Bila seseorang tetap optimis dalam memandang berbagai macam masalah, yakin akan adanya jalan keluar, maka ia dapat menjalani tidurnya dengan baik.

Sebaliknya, kalau seseorang dibebani oleh berbagai macam hal menjelang tidurnya, misalnya dipenuhi ketakutan, maka tidurnya kemungkinan lebih mudah terganggu (Nashori, 2002).

Aspek keempat adalah badan dalam keadaan rileks (tidak aktivitas tidur yang berat) menjelang tidur. Secara fisik, aktivitas yang dianjurkan adalah tidak melakukan aktivitas
fisik yang berat sesaat menjelang tidur.

Dikatakan oleh Maas (2002) bahwa menjelang tidur seseorang sebaiknya tidak melakukan aktivitas olahraga. Aktivitas olahraga yang terlalu dekat dengan waktu tidur akan menghadirkan pengaruh berupa terganggunya tidur seseorang.

Yang dianjurkan adalah di sore hari, beberapa jam sebelum tidur, seseorang berolahraga. Ototnya telah memperoleh kesempatan untuk relaksasi, sehingga saat tidur seseorang dapat menjalaninya secara pulas.
Comments
0 Comments